JAKARTA (Kupang Online) – Presiden Joko Widodo (Jokowi) menjadi contoh pejabat yang patuh terhadap honorarium. Pada 7 Desember 2017, Jokowi melapor ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) bahwa ia telah menerima musik dari band metal “Puppet Master” dari mantan Perdana Menteri Denmark pada 28 November 2017 di Istana Bogor, Barat. Java.Vinyl Records.
Benar saja, Komisi Pemberantasan Korupsi menganggap pemberian barang berharga sebagai gratifikasi dan oleh karena itu sebagai milik negara melalui Surat Keputusan Nomor 219 Tahun 2018 tanggal 31 Januari 2018.
Tak hanya itu, saat menjadi Gubernur Jakarta pun, Jokowi juga menunjukkan kegigihannya dalam membalas kebaikannya.
Berdasarkan Pasal 12C UU No. 20 Tahun 2001 Perubahan atas UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, penyelenggara negara wajib melaporkan gaji dalam waktu 30 hari sejak diterimanya barang tersebut.
Orang yang bertugas menyerahkan barang-barang yang dikembalikan Jokowi ke Tanah Air melalui KPK adalah Heru Budi Hartono yang saat ini menjabat sebagai Plt Gubernur DKI Jakarta.
Ingat foto Heru tahun 2013 yang memegang gitar bass bermerek Ibanez dari bassis band rock Amerika (AS) Metallica, Robert Trujillo?
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyebut gitar itu sebagai honorarium atau hadiah terkait jabatan kepala eksekutif negara, Joko Widodo, Gubernur DKI Jakarta saat itu.
Ternyata, sejak awal Zoko mengantisipasi gitar yang diberikan kepadanya mengandung unsur gratifikasi. Meski awalnya senang mendapatkan gitar tersebut, Jokowi memilih melaporkannya ke KPK karena harga gitar itu bisa berubah jika ditandatangani langsung oleh pemiliknya Robert Trujillo.
Padahal, banyak contoh kepatuhan Jokowi terhadap laporan ganti rugi lainnya. Jika diperkirakan remunerasi yang dikembalikan ke negara oleh Joko Widodo melalui Komisi Pemberantasan Korupsi melalui tangan Helu Budi Hartono, nilainya bisa mencapai 8,788 miliar rupiah.
puas atau tidak
Meskipun tidak semua hadiah dilarang, seperti cinderamata di pesta pernikahan, hadiah dari kerabat, dll, setiap penyelenggara negara harus menahan diri untuk tidak memberi demi menjaga integritas atau kepercayaan publik.
Karena gratifikasi yang diberikan kepada penyelenggara negara berpotensi menimbulkan konflik kepentingan, menurunkan moral, dan paling buruk dapat menimbulkan “kecanduan”.
Karena itu, Penjabat (Pj) Gubernur DKI Jakarta Heru Budi Hartono harus tegas menolak menerima hadiah yang mengandung unsur kepuasan. Apalagi jika objek yang diterima cenderung “tidak wajar”.
UU No. 20 Tahun 2001 menetapkan batas nilai tidak wajar yaitu melebihi Rp 200.000 per orang dan Rp 1.000.000 per bulan untuk orang yang sama.
Sementara itu, baru-baru ini, Pj Gubernur DKI Jakarta Heru Budi Hartono menerima barang berharga dari Korea Selatan yang diperkirakan bernilai lebih dari 1 juta rupiah setelah menaiki Kereta Jalan Terpadu Jakarta (LRT) dari Stasiun Velodrome ke Pegangsaan Dua.
DKI Pj Gubernur Jakarta tidak boleh lalai melaporkan album penuh “Butter” dan “Born Pink” dari grup musik pria dan wanita populer BTS dan Blackpink dan bingkai karakter Korea “Mother of Korea” Menteri Pertanahan, Infrastruktur dan Transportasi Won Hee-ryong berbicara kepada KPK.
Harganya mungkin masuk akal untuk bingkai Korea, tetapi album BTS dan Blackpink sedikit berbeda karena merupakan produk IP.
Pasalnya, setiap produk kekayaan intelektual kemungkinan akan dibanderol dengan harga lebih tinggi dari total nilai dua album asli saat ini yang diperkirakan sekitar 1 juta rupiah.
Apalagi dua album ini datang langsung dari Korea Selatan, negara pembuatnya. Tentu saja, nilai barang-barang tersebut di mata para kolektor mungkin akan lebih tinggi di masa mendatang.
Bahkan, pada halaman 9 dokumen buku portabel open source berjudul “Mengetahui Gratifikasi (KPK)” di situs kominfo.go.id, terdapat cara untuk menilai apakah suatu pemberian merupakan gratifikasi.
Menurut penulis buku portabel itu, jika pemberian itu terkait dengan jabatan kita, atau ada larangan, maka harus ditolak atau dilaporkan ke KPK meski kita tidak memintanya.
Metode yang digunakan untuk menentukan apakah akan memberi tip disebut “Prove It” atau singkatan dari Purpose, Rules, Openes, Value,
Etika, identitas dan waktu.
Metode tujuan ditunjukkan dengan melihat tujuan pemberian ini. Ketika Pj Gubernur DKI Jakarta Heru Budi Hartono menyambut Menteri Won Hee-ryong, tentu tujuan pemberian itu adalah diplomasi atau berusaha memberikan citra baik kepada tuan rumah. Menurut ini, aman bagi He Ru untuk menerima hadiah itu.
Pendekatan aturan ditunjukkan dengan melihat bagaimana hukum dan peraturan mengatur pemberian tip. Pasal 12 B Undang-undang No. 20 Tahun 2001 mengatur tentang asas pembuktian terbalik, yaitu untuk suatu pemberian yang bernilai 10 juta rupiah atau lebih, penerima hibah harus membuktikan bahwa pemberian itu bukan gratifikasi, dan bila nilai hadiah kurang dari 10 juta rupiah, maka gratifikasi tersebut harus disahkan atau tidak disahkan oleh kejaksaan. Menurut metode ini, He Ru dapat menerima pemberian ini dengan syarat tidak ada pihak yang akan menuntutnya di kemudian hari.
Cara selanjutnya adalah keterbukaan, dibuktikan dengan derajat atau sifat keterbukaan pemberian. Apakah hadiah itu diberikan secara diam-diam atau di depan umum? Dari sudut pandang ini, jelas bahwa hadiah ini bersifat publik dan aman untuk diterima. Eitts, tapi tunggu dulu.
Metode selanjutnya adalah nilai yang dibuktikan dengan melihat nilai kepuasan. Selain itu, moralitas, yang ditunjukkan dengan menilai apakah moralitas atau nilai-nilai moral pribadi memungkinkan penerimaan hadiah. Berpijak pada dua cara tersebut, pengurus negara seperti Helu Budi Hartono harus lebih berhati-hati dalam menerima pemberian tersebut.
Cara selanjutnya adalah membuktikannya dengan melihat identitas pemberi. Rupanya, Korea Selatan telah menyatakan minatnya untuk berinvestasi di proyek Jakarta Light Rail Phase 1B.
Menteri Yuan juga mendatangkan 57 investor dari negaranya sendiri untuk melihat peluang kerjasama proyek tersebut. Artinya, menteri Korea Selatan datang sebagai calon mitra, dan kemunculan Heru di LRT Jakarta terkait dengan perannya sebagai Plt Gubernur DKI Jakarta.
Cara yang terakhir, yaitu waktu atau verifikasi dengan melihat apakah pemberian hibah itu terkait dengan pengambilan suatu keputusan, pelayanan atau lisensi. Dalam sesi tanya jawab, Heru ditanya perwakilan Korea Selatan bagaimana Heru melihat peluang untuk kembali bekerja sama dengan Korea Selatan dalam proyek Jakarta Light Rail Phase 1B.
Pertanyaan yang dijawab adalah nantinya akan diadakan lelang untuk menentukan pemenang lelang proyek tersebut. “Tapi kemampuan Korea sudah didemonstrasikan di Fase 1A, tapi ada pertimbangan teknis. Saya kira itu bahasa tingkat tinggi kuncinya,” kata Heru.
Perlu diingat bahwa gratifikasi merupakan tindak pidana korupsi baru berdasarkan Pasal 12B dan 12C Undang-Undang Anti Korupsi sejak tahun 2001, karena pemerintah sangat menyadari betapa besar pengaruhnya terhadap integritas penyelenggara publik.
Ancaman hukumannya bisa penjara seumur hidup atau minimal 4 tahun dan maksimal 20 tahun penjara, dan denda minimal 200 juta rupiah dan maksimal 1 miliar rupiah.
Namun, pejabat negara dibebaskan dari ancaman pidana suap jika penerima suap segera melaporkannya ke Komisi Pemberantasan Korupsi dalam waktu 30 hari kerja setelah menerima suap.
Ketentuan tersebut tercantum dalam ayat 1 dan 2 Pasal 12C.
cara melaporkan
Di berbagai instansi, termasuk Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, tentunya sudah memiliki Unit Pengendalian Gratifikasi (UPG).
Unit tersebut bertindak sebagai media bagi penyelenggara negara untuk berkonsultasi tentang hadiah yang diterima dalam setiap kunjungan resmi, baik itu cinderamata atau sesuatu yang harus dikonsultasikan. Sebaliknya penyelenggara negara hanya mempertimbangkan sendiri apakah benda yang diterima itu tip, hingga berakhirnya masa 30 hari berdasarkan UU 20/2001.
Nanti akan ada form pelaporan yang harus diisi terlebih dahulu melalui UPG, atau bisa download sendiri di halaman kpk.go.id/layanan-public/gratification/formurkan-gratification.
Baca juga: Pasal – Mewujudkan Keadilan dalam Lembaga Restorative Justice
Setelah diisi, formulir pelaporan dapat diserahkan langsung ke UPG masing-masing instansi, atau diserahkan ke gedung KPK atau dikirimkan ke alamat Jalan Kuningan Persada Kav. 4, Setiabudi, Jakarta Selatan 12950. Atau Email ke report.gratifikasi@kpk.go.id; Fax ke 021-5289-2459 atau Website Pelaporan Gratifikasi Online (gol) https://gol.kpk.go.id
Setiap laporan barang atau honorarium uang yang diterima oleh penyelenggara negara akan dititipkan kepada Komisi Pemberantasan Korupsi untuk menentukan dalam waktu 30 hari kerja apakah status kepemilikannya milik negara atau penerima honorarium. Dalam kurun waktu tersebut, KPK akan berupaya mengklarifikasi atau memverifikasi laporan tersebut.
Baca juga: Artikel – Menyerah atau melawan saat bertemu pencuri
Apabila ditetapkan sebagai barang atau uang milik negara, maka pelapor wajib menyerahkan barang atau uang imbalan yang diterima tersebut kepada KPK atau menitipkannya di Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL) terdekat. ) dengan memberitahukan kepada KPK paling lama tujuh hari kerja, terhitung sejak tanggal penetapan status barang.
Berita ini dimuat di Kupangonlinenews.com dengan judul: Contoh yang baik dari Heru Budi dan laporan tipping
Komentar