oleh

Penguatan sistem perbankan menjadi prioritas utama untuk menghadapi tantangan resesi global

serang (GATRANEWS) – Anggota Komisi XI DPR RI Kamrussamad mengatakan penguatan sistem perbankan menjadi prioritas mendesak untuk menjawab tantangan resesi global ke depan.

“Sektor perbankan sudah menguat sejak akhir tahun 2022 untuk dapat mendukung sistem keuangan Indonesia,” kata Kamarussamad dalam forum diskusi panel Indopos.co.id bertajuk “Peluang dan tantangan yang dihadapi sektor perbankan global tahun 2023.” Resesi, “Di Jakarta pada Selasa.

Terkait hal tersebut, Kamrussamad menjelaskan DPR RI terus mendorong OJK (Otoritas Pengatur Jasa Keuangan) untuk melanjutkan regulasi, khususnya di sektor perbankan investasi dan lainnya.

“Koordinasi dengan KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) dan Polri (Kepolisian Negara Republik Indonesia) jika diperlukan,” kata Kamrussamad.

Sementara itu, Kepala Ekonom PT Bank Permata Tbk Josua Pardede mengatakan resesi berdampak signifikan ke semua negara. Bahkan inflasi di Amerika Serikat berada pada level tertingginya saat ini. Hal ini mempengaruhi suku bunga bank.

“Pada akhir Januari 2023, tingkat inflasi di Amerika Serikat akan mencapai 4,75%,” jelasnya.

Perkiraan untuk tahun 2023 adalah ekonomi global akan menurun, kata Josua. Hal ini disebabkan oleh perlambatan ekonomi di negara-negara maju. Padahal, menurut dia, data IMF tentang pertumbuhan ekonomi Indonesia positif.

“Kita harus mencermati pertumbuhan ekonomi global seperti India, AS, dan China. Karena itu mempengaruhi kebijakan ekonomi dalam negeri seperti ekspor,” ujarnya.

“Mitra dagang kami seperti AS, Eropa dan Inggris akan hidup berdampingan dalam ekonomi kami karena kebijakan ekspor,” tambahnya.

Sementara itu, Taufik Damhuri dari Direktorat Jenderal Keuangan Kementerian Keuangan mengatakan pangsa pasar akan terus tumbuh pada 2023. Pemerintah menargetkan 30% pelaku usaha dapat mengakses bantuan kredit perbankan pada 2024. Sementara angka saat ini mengacu pada 57 juta pelaku bisnis, hanya 12 juta yang memiliki akses ke layanan perbankan.

“UMKM kita masih lebih rendah dari negara tetangga seperti Jepang. Karena UMKM kita masih kecil, tidak seperti yang sudah kelas menengah,” jelasnya.

Taufik menjelaskan, pemerintah terus mendorong kredit investasi untuk produksi. Ia menambahkan, pemerintah ingin meningkatkan kemandirian penerima bansos. Buat mereka tidak selama menjadi penerima bansos.

Lebih lanjut, Anggota Komisi XI DPR RI Eriko Sotarduga mengatakan situasi pandemi Covid-19 memaksa seluruh elemen masyarakat mengubah aktivitasnya. Jadi digitalisasi tidak bisa dihindari.

Gadget dapat digunakan tidak hanya untuk melihat apa yang dilakukan netizen di saluran media sosial, tetapi juga untuk menggunakan teknologi digital untuk memulai bisnis.

“Ternyata dalam situasi kemarin, digitalisasi terjadi lebih cepat. Ponsel adalah alat untuk menggerakkan ekonomi, itu sesuatu yang baru. Semua orang belum pernah mengalaminya,” jelasnya.

Akselerasi digitalisasi adalah sesuatu yang tidak terpikirkan oleh siapa pun. Tentunya, program UMKM juga semakin memudahkan dalam memasarkan produknya.

“Perlu perubahan radikal di sini, dan itu tidak bisa terjadi tanpa ada yang memaksa. Misalnya, program UMKM tidak bisa dipercepat dari mulut ke mulut. Tapi melalui digitalisasi,” kata Eriko.

Selain bentuk pemasaran yang sudah terdigitalisasi, pembayaran digital dengan memfasilitasi penggunaan Quick Response Code Indonesia Standard (QRIS) telah diterapkan di pasar dan pusat perbelanjaan.

“Awal tahun 2020 baru sekitar 600.000 pengguna. Tapi akhir tahun 2022 sudah ada 30 juta. 20,5 juta adalah UMKM. Kita punya 64 juta UMKM, artinya 30% atau hampir sepertiganya ada di QRIS. terkait,” kata Eriko.

Di saat ketidakpastian ekonomi meningkat, usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) dapat menjadi penyelamat dan solusi masalah ekonomi.

Menurut data Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah tahun 2018, jumlah peserta UMKM adalah 64,2 juta, terhitung 99,99% dari jumlah pelaku usaha Indonesia. Usaha kecil, menengah, dan mikro ini sebagian besar adalah pengusaha mikro yang mencapai 98,68%, dan menyerap sekitar 89% tenaga kerja.

Sementara itu, tingkat kontribusi usaha mikro terhadap PDB hanya sekitar 37,8%.

“Siapa sangka 60% PDB Indonesia digerakkan oleh UMKM. Siapa sangka? Ini direncanakan? Tidak, hasilnya luar biasa,” kata Eriko.

Sementara itu, Syarif Hidayatullah, Presiden Direktur PT Indonesia Digital Pos, mengingatkan kemungkinan terjadinya resesi global harus dihadapi dengan optimisme. Selain itu, ia juga menegaskan agar elite partai tidak saling menyalahkan dan berkonflik. Hal ini berdampak pada suhu politik di Indonesia.

Kondisi politik yang tidak menentu dapat berdampak signifikan terhadap perekonomian Indonesia, lanjutnya.

“Ini adalah tahun politik dan elit politik tidak boleh saling dorong. Ini akan berdampak pada ekonomi dan bahkan menyebabkan resesi,” ujarnya.

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *