![]() |
Mama Yunam Liunesi dan Bayi nya di RSU Yohanes |
Yunam Liunesi, istri dari Dominggus Suana, warga RT 02 RK 01 Dusun 1 Desa Kolabe Kecamatan amfoang Utara mengandung anak yang kedua. Di saat memeriksakan diri ke Pustu Kolabe pada tanggal, 19 November 2014 ia dianjurkan oleh tenaga kesehatan (Nakes) untuk mengambil surat rujukan ke Kupang berkenaan dengan kondisi kehamilan yang dialaminya. Anjuran itu juga diberikan mengingat pada saat melahirkan bayi pertamanya dilalui ibu tersebut melalui proses bedah caesar di Surabaya.
Pada hari Sabtu pagi, 22 November 2014 tersiar berita bahwa ibu hamil tersebut sudah menderita sakit selama 2 hari karna kesulitan persalinan. Bertindak cepat, para nakes mempersiapkan rujukan bagi Yunam untuk segera diberangkatkan ke kupang pada kesempatan pertama. Namun apa daya, biaya truk yang diminta sangat mahal, yakni Rp.4 juta. Di saat-saat kritis itu ternyata ada kendaraan alternatif yang dapat dimanfaatkan yakni perahu fiber milik Arkilaus Banani yang bersedia mengantar pasien dengan biaya yang relatif murah yakni Rp.1,5 juta. Maka disepakatilah untuk menggunakan perahu itu demi menyelamatkan pasien dan bayi yang dikandungnya.
Setelah memperlengkapi perahu dengan tenda terpal, memanjatkan doa bersama di bibir pantai, bertolaklah rombongan bides dan pasiennya menuju Kupang. Nakes yang mendampingi adalah Magdalena Guterres, yang biasa disapa akrab Madha. Sebenarnya bides Madha bertugas di desa lain yakni Afoan yang jaraknya sekitar 6 km dari Kolabe, tetapi karna kekurangan tenaga medis maka sang bides rela mengantar pasiennya. Anaknya yang masih menyusupun dititip pada saudaranya demi keselamatan pasien. Penanganan cepat diperlukan mengingat dalam tahun 2014 sudah terdapat 6 kematian bayi di Amfoang Utara, jauh lebih tinggi dari tahun 2013 yang hanya 1 orang.
Ukurannya yang tak seberapa besar membuat perahu menjadi penuh dengan 8 orang penumpang, yakni bides Madha, bumil Yunam, suami & anak pertamanya, ditambah nahkoda dan 3 ABK. Cuaca nampak cerah ketika mereka meninggalkan pantai Kolabe yang sunyi sekitar jam 12 siang. Perahu masih sempat menyinggahi Naikliu untuk membeli BBM sebanyak 70 liter lalu perjalanan dilanjutkan menuju Kupang.
Saat pelayaran mencapai pesisir pantai Manubelon di sekitar jam 3 petang, entah bagaimana cuaca mendadak berubah drastis. Langit menjadi gelap, hujan mengguyur deras disertai angin yang kencang bertiup. Laut bergemuruh dan perahu mereka pun diamuk badai. Lidah ombak dan gelombang bagai hendak menelan apa yang ada di atasnya. Para penumpang menjadi panik dan mereka dilanda ketakutan yang sangat. Bumil Yunam mendekap erat-erat putri sulungnya yang bersembunyi dalam pelukannya. Perahu mereka oleng kesana kemari dan hempasan air masuk menerpa sekujur tubuh mereka. Wajah mereka pucat pasi menghadapi keadaan yang sungguh di luar dugaan. Mereka bagai terseret ke pusaran kekelaman yang mengerikan.
Sang nahkoda terengah tetapi ia berusaha tetap tenang mengendalikan arah perahunya. Pengalaman melaut yang cukup dimilikinya membuatnya cermat menyiasati gelombang. Tantangan yang dialami makin menjadi-jadi ketika mesin perahu ngadat manakala mereka berhasil menyusuri pesisir Poto. Ternyata persediaan BBM yang tadi dibeli di Naikliu habis. Perahu segera hanyut terbawa arus. Nahkoda dan awak perahu tidak dapat berbuat banyak dengan mesin yang mati itu.
Tapi Tuhan seakan mengirim seorang penolong. Pada saat yang gawat, muncul seorang nelayan dengan perahunya pulang berlayar dari Pulau Batek menuju ke Kupang. Setelah saling memberi isarat, perahu fiber yang macet dengan 8 orang penumpangnya ditarik oleh sang nelayan yang tak dikenal itu menuju ke Pulau kera.
Dengan sinyal yang masih tertangkap telpon selularnya, bides Madha menghubungi pimpinan Puskesmasnya memohon pertolongan. Sang pimpinan menganjurkan agar pasien diupayakan terus untuk dibawa ke RSUD Kupang. Sambil memberi tanda darurat, seseorang harus segera diutus pergi mencari bantuan.
Meski kesal dengan respon pimpinannya, bides Madha tetap merawat pasien, memeriksa kondisinya dan melakukan tensi sedapat mungkin. Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Kupang lalu dihubungi bides Madha untuk pertolongan darurat. Meski dikecam oleh Kadis Kesehatan karna terlalu mengambil resiko, bides Madha menjelaskan urgensi tindakan yang diambilnya untuk menyelamatkan pasien. Jika langkah itu tidak ditempuh, pasti pasien akan menjadi korban. Banyak pengalaman masa lalu yang telah terjadi di tempat tugasnya di mana bumil dan atau bayinya menjadi korban karna faktor tanggap rawat darurat yang diabaikan oleh pihak pasien sendiri maupun keluarganya.
Akhirnya permintaan bides Madha untuk menyeberangkan perahu pasiennya ke Sulamu dikabulkan dan perahu mereka ditarik lagi oleh nelayan tak dikenal tadi ke pantai Sulamu. Mereka tiba jam 8 malam di sana dan disambut oleh rekan-rekan tenaga medis dari Puskesmas Sulamu. Setelah berembug beberapa saat, pasien lalu dievakuasi ke Kupang melalui jalan darat walau memakan waktu agak lama. Bila pelayaran laut dilanjutkan, dikhawatirkan bumil Yunam akan menjadi stress dimana hal itu akan berpengaruh juga pada bayi yang dikandungnya.
Mereka tiba RSUD WZ Yohanes pada jam 11 malam. Pasien diserahkan untuk dirawat lebih lanjut secara intensif. Keesokan harinya, Minggu, 23 November 2014 jam 6 pagi, bumil Yunam mendapat bedah caesar dan melahirkan dengan selamat seorang bayi perempuan cantik sebesar 2,70 kg. Bidan Desa Madha segera kembali ke tempat tugasnya sehari kemudian setelah melakukan tindakan heroik menyelamatkan pasiennya.
Kita patut berterima kasih atas pengabdian mulia yang telah ditunjukkan oleh seorang bides seperti itu. Masyarakat membutuhkan orang-orang yang berdedikasi tinggi dalam tugas pelayanannya. Kasih dan penghargaan patut diberikan untuk bides yang rela mempertaruhkan hidupnya sendiri untuk menolong masyarakat sederhana yang berada jauh di pelosok-pelosok negeri. (Kiriman Dari Bapak Paulus Apolos Elliek, SAP. Kasie Program Kec. Amfoang Utara)
Komentar