oleh

Peringati 9 Tahun Tsunami, Nelayan Aceh Tidak Melaut


Memperingati sembilan tahun Tsunami memporak-porandakan Aceh, nelayan dari berbagai daerah di Aceh tidak melaut. Untuk tahun ini, nelayan tidak melaut selama dua hari.

Ratusan nelayan Aceh dari berbagai kabupaten kota yang kebetulan melintas atau memang berlabuh di Lampulo sudah merapat ke dermaga. Kendati tidak melaut, para nelayan menyibukkan diri dengan menjahit atau memperbaiki jaring, serta memasok logistik lainnya ke dalam boat.

Di Krueng Aceh, pelabuhan Lampulo, Kecamatan Kuta Alam, Banda Aceh, sedikitnya ada 400 nelayan yang sudah kembali dari lautan. Mereka sepakat untuk tidak melaut untuk memperingati peringatan 9 tahun tsunami.

Panglima Laot Lhok Krueng Aceh, Tabrani, mengatakan, adat pantang melaut ini disepakati oleh seluruh nelayan yang ada di Aceh selama satu hari. Namun tahun ini nelayan tidak melaut selama dua hari karena bertepatan dengan hari Jumat yang merupakan hari pantang melaut bagi nelayan Aceh.

“Pasca tsunami, disepakati oleh para tetua adat laut sehari sebelum peringatan tsunami setiap nelayan tidak diperbolehkan melaut,” kata Tabrani.

 Bagi nelayan yang tetap melaut, kata Tabrani, maka akan dikenakan sanksi adat yaitu tidak diperbolehkan melaut selama tujuh hari. Sementara bagi nelayan yang telat berlabuh juga akan dikenakan sanksi yaitu tidak diperboleh merapat ke sungai Krueng Aceh.

“Boat kami minta tetap berada di muara sungai hingga doa bersama selesai,” ungkapnya
Pantang melaut itu diberlakuan sejak pukul 06.00 WIB hingga pukul 16.00 WIB Jumat esok. “Hingga hari ini belum ada yang melanggar,” jelasnya.

Sementara itu, Tempat Pelelangan Ikan (TPI) Lampulo, mulai hari ini sudah tidak beraktivitas. Penjual ikan di Lampulo memilih tidak berjualan setelah adanya himbuan agar seluruh aktivitas di TPI dihentikan.

Keuchik Lampulo, Banda Aceh, Alta Zaini, mengatakan, seluruh aktifitas di Lampulo diminta dihentikan hingga peringatan gempa dan tsunami selesai. Nelayan dan penjual ikan diminta untuk mendoakan korban tsunami dan berziarah ke kuburan massal.

“Nelayan di sini rata-rata korban tsunami. Jadi mereka tidak melaut,”
 

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *