oleh

Pemkab Sleman Minta Mahasiswa Pendatang Hormati Aturan

Konflik dan aksi premanisme di Yogyakarta yang berujung  tewasnya empat tersangka pengeroyok anggota Tentara Nasional Indonesia, dinilai tak lepas dari kehadiran para pendatang.

Mengantisipasi adanya mahasiswa dan warga pendatang yang terseret ke dunia hitam, Pemerintah Kabupaten Sleman akan mengintensifkan komunikasi dengan mahasiswa dan warga pendatang.

“Ya salah satu caranya mengintensifkan komunikasi antara pendatang agar terjadi kolaborasi yang positif,” kata Bupati Sleman, DIY, Sri Purnomo, Jumat 29 Maret 2013.

Sri Purnomo berharap, mahasiswa dari berbagai daerah yang datang ke Yogyakarta harus benar-benar menuntut ilmu, bukan melakukan kegiatan yang negatif. Mahasiswa kembali ke kampus untuk belajar dan cepat selesai.

“Prinsipnya kami terbuka menerima siapa saja untuk belajar di Yogyakarta. Namun demikian keberadaan mereka juga harus saling menghormati dan menghargai di Yogyakarta,” katanya.

Lebih lanjut Sri Purnomo mengatakan, Pemerintah Sleman dengan instansi terkait siap dan menjamin keselamatan mahasiswa dari luar Yogyakarta. Tidak saja mahasiswa dari Nusa Tenggara Timur (NTT).

“Saat ini mahasiswa yang berasal dari luar Yogya silakan kembali ke kampus untuk belajar. Demikian pula yang bekerja, silakan bekerja dengan nyaman dan aman,” tuturnya.

Empat tersangka yang tewas diberondong senjata di Lapas Cebongan, Sleman beberapa waktu lalu adalah pengeroyok Serka Heru Santosa, anggota Den Intel Kodam IV Diponegoro sekaligus mantan anggota Kopassus Kandang Menjangan Kartosuro.

Mereka adalah Hendrik Benyamin Sahetapy Engel alias Dicky Ambon (31 tahun), Yohanes Juan Mambait alias Juan (38 tahun), Gameliel Yermianto Rohi Riwu alias Adi (29 tahun), dan Adrianus Candra Galaja alias Dedi (33 tahun).

Diketahui, keempatnya merupakan warga Nusa Tenggara Timur (NTT) yang tinggal di Yogyakarta. (viva.co.id)

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *